Minggu, 05 Juni 2011

Bagaimana Jika Menjadi Istri Ke-dua???

"kak, kalo aku poligami dan jd istri kedua gimana?"Spontan wajah sahabatku yg biasa aku panggil kakak beralih dari proposal tesis dilayar notebook ke arahku, dan tatapannya tepat ke mataku."kakak tau kamu serius dengan pertanyaanmu, dan kakak katakan tidak!" Jawaban itu begitu tegas terdengar."kenapa?" aku berusaha menemukan alasan penolakannya."untukmu masih banyak laki-laki lajang baik-baik yang bersedia menikahimu. Jangan buat-buat masalah dengan menikahi bapak-bapak beristri. Kakak tidak mau dengar kamu menyakiti istri orang." Penjelasan yang tandas. Aku tertunduk diam.

**

"say, gimana pendapatmu kalo aku poligami dan jd istri kedua?" kali ini pertanyaan tertuju ke sahabat dekatku yang lain."masih banyak ikhwan lajang, baik dan sholih yang lebih pantas untuk diutamakan, bukannya dari dulu kamu yang berniat untuk jadi istri pertama? Kenapa sekarang berubah pikiran? Kalo memang berniat poligami, konsistenlah dengan niat utamamu itu. Dan pastikan kamu ikhlas. Aku mendukungmu menjadi istri pertama. Tapi tdk untuk menjadi yang kedua. Karna blm tentu madumu seikhlas kamu yg mau dimadu" Aku terdiam lama."sudahlah.! kau jangan macam-macam" kali ini kurasakan tangan sahabatku menepuk-nepuk bahuku.

**

*"mbak, kalo ade jadi istri kedua gimana?"Mbak ku tersenyum."ade yakin?" mbak ku balik bertanya."sedang meyakinkan diri" jawabku singkat."kalo ade yakin, mbak sih dukung aja"Kali ini aku tersenyum lega.

****

"De, setuju nggak kalo Mbak poligami dan jadi istri kedua?" berikutnya adik bungsuku yang aku beri pertanyaan."apapun pilihan mbak, ade percaya mbak sudah mempertimbangkan semuanya dengan baik" adik ku menjawab dengan pasti."jadi gimana?" kejarku ingin memastikan keberpihakannya."ya dengan siapa aja mbak nikah ade suport" adik bungsuku tersenyum meyakinkan. Aku menghela nafas lega.

*****

"sist, setuju ga kalo aku jadi istri kedua?" pertanyaan tertuju ke sahabat dekatku yang berikutnya."gak setuju! Jangan tanya kenapa?! Pokoknya ga setuju!" jawaban yang bgitu tegas. Aku tertunduk lesu.

******

"kalo aku jd istri kedua gimana say?" masih bertanya pada sahabat dekat yg lain.

"serius?" sahabatku berusaha mencari kesungguhan dari pertanyaanku, dan aku hanya menjawab dengan tersenyum tipis.

"emang mau jd istri keduanya siapa?" intonasi penuh rasa ingin tau.

"laki-laki beristrilah.." aku berusaha lebih santai.

"iya-iya.. Tp siapa orangnya?" terdengar semakin mendesak tp tdk masuk ke point utama.

"intinya sekarang pendapatmu gimana?" aku menegaskan.

"aku sih setuju-setuju aja. Karna aku percaya kamu ga mungkin sembarang memilih dan mengambil keputusan." akhirnya sahabatku berpendapat.

"begitu ya?" aku meyakinkan diri dg pendapat sahabatku itu.

*******

"mbak, menurut mbak, berpoligami dan jd istri kedua itu gimana?" salah satu senior di komunitas aku tanyai juga.

"yg mau poligami dan jd istri kedua itu anti?" si mbak lansung menyimpulkan.

Dan seperti biasa aku hanya tersenyum.

"jika benar anti mau melaksanakan hal itu, anti pertimbangkanlah smuanya dengan baik, karna menikah dg laki-laki yang sudah beristri tidak sama dengan menikah dengan laki-laki yg blm beristri. Ada lebih banyak hal yg harus anti pertimbangkan. Termasuk alasan-alasan kenapa anti harus memilih laki-laki yg sudah beristri. Dan tentunya laki-laki itu harus punya alasan kuat juga kenapa sampai menikah lagi." aku memilih diam mendengarkan kelanjutan pendapat si mbak.

"ya anti pertimbangkan saja dengan matang, dan perkuat sholat istikharoh. Kalo memang hal itu yg terbaik, pasti terjadi. Dan laki-laki itu memang layak untuk menikah lagi." aku masih tertunduk diam merenungi.

********

"Bunda, kalo nanda jadi istri kedua bagaimana?"

Bunda lansung menatapku tepat ke mata, dengan tatapan yg dalam dan lama. Aku berusaha menghindari tatapan itu..

"memangnya tidak ada laki-laki lajang yg menyukaimu nak? Sampai harus memilih laki-laki yg sudah beristri?" aku tidak menjawab. Wacana poligami sudah tdk asing lagi didengar Bunda dariku.

"Bunda tdk melarangmu poligami, tp Bunda mau, nandalah yg dimadu bukan jd madu." aku menghela nafas.

*"Ayah, dulu eyang putri poligami kan ya?" memulai pertanyaan dengan pilihan kalimat yang berbeda pada Ayah.

"ya.." Ayah menjawab singkat tanpa mengalihkan perhatian dari layar laptopnya.

"eyang putri jadi istri kedua juga kan?"

"iya.."

"alasan eyang berpoligami apa?" masih dengan pertanyaan pengantar sebelum ke pertanyaan utama.

"ya karna melaksanakan sunnah rasul saja, kenapa bertanya begitu?" kali ini Ayah mengalihkan pandang ke arahku.

"hehe, kali aja nanda ngikut jejak eyang putri." aku berusaha menyimpan cemas atas kemungkinan respon Ayah. Tapi Ayah hanya diam dan mengalihkan pandangan kembali ke pekerjaannya. Aku menunggu respon Ayah..

"kalo calon suamimu baik dan bisa adil, dan istri pertama suamimu nanti baik dan bisa diajak akur seperti eyang putrimu dulu ya ndak apa-apa poligami," jawaban Ayah mengalir begitu tenang, aku tertunduk mengemas senyum.

**

"menurutmu, kalo aku poligami dan jadi istri kedua gimana?" pertanyaan to the point ke sahabat lagi.

"setuju!" jawaban singkat dengan senyum lebar.

"alasannya?" mencari penguatan.

"kamu mau nikah sama siapa aja dan jadi istri keberapapun aku setuju. Aku percaya kamu bisa menjalani pilihanmu dengan baik" sahabatku mengurai pendapat masih dengan senyum lebarnya.

"ada pendapat atau saran lain?" masih blm puas dg dukungannya.

"asal jangan tinggal dalam satu rumah, dan usahakan tinggal di daerah yang berbeda. Agar bisa lebih saling menjaga perasaan dan privasi" jawaban solutif. Aku mengangguk mengerti.

***

"kayak ga laku aja sampai harus jadi istri kedua begitu! ga setuju! nggak akan pernah setuju!" jawaban yang terdengar sepet dan antipati dari sahabatku saat mengajukan pertanyaan itu.Aku tersenyum dan menghela nafas maklum.

****

"jangan dek! kakak ga mau adek menjadi penyebab menderitanya orang lain. Adek masih bisa mendapatkan laki-laki lain yang belum beristri yang sesuai dengan harapan adek. Pokoknya kakak ga setuju adek nikah sama suami orang.!" ulasan yang begitu tegas dari kakak sepupu terdekatku atas pertanyaan yang sama.

Aku hanya diam.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

ana setuju ukhti... ^senyum^