Selasa, 02 Maret 2010

Pada Kepingan Yang Tersisa..

( Fiksi )

Senja dengan sunset yang sempurna dikawasan wisata pantai itu berhasil ia abadikan dengan lensa kameranya, ketenangan yang dihembuskan angin laut mulai menyapa wajah manisnya yang masih terlihat muda dan energic,sesekali ia arahkan focus kameranya ke satu titik yang tidak jauh dari hadapannya, satu keluarga kecil - seorang ayah, ibu, anak laki-laki usia tujuh tahun dan anak perempuan yang menggemaskan dengan pipi putih yang gembul, menenggelamkan mata kecilnya yang sudah sipit, berusia sekitar lima tahun sedang membuat istana pasir.

“Tante memotret keluarga kami ya?”
Bocah laki-laki anggota keluarga yang tadi menjadi obyek lensanya tiba-tiba sudah berdiri dihadapannya, Wanita itu sejenak terkejut, lalu tersenyum dan menunduk untuk menyetarakan diri dengan ukuran tubuh anak laki-laki yang menanyainya.
“ iya, kenapa nak? “ ia menjawab ramah
“boleh melihatnya?” wajah bocah laki-laki dengan mata sipit itu berharap.
“tentu..” wanita itu kini berlutut menyerahkan kameranya dan diterima dengan senang hati oleh bocah tujuh tahun itu. Lalu sebentar kemudian mereka tlah terlibat obrolan yang hangat dan akrab seperti seorang keponakan dengan tantenya.

Senja masih seperti kemarin, sempurna, kali ini, wanita itu tidak mengabadikan jejak matahari yang akan tenggelam, tapi mengabadikan keceriaan dua anak yang tengah sibuk dengan istana pasirnya, putra-putri tamu wisata yang tengah berlibur, satu dari mereka adalah anak laki-laki yang kemarin berbincang-bincang dengannya. Dan kedua orang tua bocah-bocah cerdas dan lucu itu memandangi mereka dengan tersenyum.

Masih dengan senja yang sama, dihari berikutnya, kali ini wanita itu hanya memilih duduk, memandangi langit dan mengamati camar yang berterbangan kembali kesarangnya, keluarga kecil yang sepekan ini menjadi tamu special itu telah mengakhiri masa liburannya, keluarga kecil yang ia layani sepenuh hati, seperti keluarganya, mengantarkannya ketempat-tempat wisata lain dipulau ini, menjadi guide sekaligus fotografer pribadi mereka, menjadi sahabat dan tante bagi putra-putri tamu tersebut.Wanita itu tersenyum dengan perasaan yang entah mengenang mereka, pandanganya tiba-tiba terasa mengabur saat satu wajah terlukis sempurna memenuhi ruang dirinya, satu wajah yang menjadi jejak yang tersisa dari keluarga kecil bahagia yang ia dampingi mengisi liburan sepekan, sosok lelaki yang menjadi pemimpin dalam keluarga itu.

Lelaki itu, yang dengannya ia pernah mendisign generasi dan dinasti sahabat Abdurrahman bin Auf, lelaki yang pernah mengajarinya bermimpi, lelaki yang denganya ia pernah mencita-citakan jasa pelayanan ummat yang mendunia, satu diantaranya jasa pelayanan untuk menapaki semua bumi indah milik ALLAH - jasa layanan Travel and Tour, tapi takdir-NYA tertulis berbeda dari apa yang pernah menjadi mimpi dan rencana mereka, ia harus mengikhlaskan lelaki guru mimpinya itu menjemput takdir dan bagian hidup yang telah di tentukan oleh-NYA, wanita itu pun melanjutkan langkah dan mimpinya sendiri, tertatih dan perih dalam waktu yang terasa berjalan lamban, tapi sepekan yang lalu, setelah bertahun-tahun ia mengubur mimpi untuk bisa bertemu kembali, lelaki itu tiba-tiba datang dengan formasi yang sempurna, dan ia yang harus melayaninya, tepatnya melayani lelaki itu bersama istri dan putra-putrinya karna mereka menggunakan layanan jasa Sunny Dream-Hotel, Travel dan Tour-dimana ia berinvestasi dan menyibukkan diri melayani tamu wisata yang membutuhkan jasa pemandu dan fotografer, dan ketika keluaga kecil itu datang kemudian ia diminta menjadi guidenya, ia tidak bisa menolak. Entahlah..
Senja semakin tenggelam bersama detikan jarum jam yang menuju petang, dan kali ini semua moment itu terlewatkan lensa kameranya, mata wanita itu basah, ingatannya menghitung waktu mudur, delapan tahun.
Hatinya tergugu, kepingan itu masih disana, tak beranjak, tidak pernah..
“ nak, apa lagi yang kau tunggu? Usiamu, keilmuanmu, kedewasaanmu, kemandirianmu, semuanya sudah menuntutmu untuk segera menyempurnakan agamamu..” suara bunda selalu hampir terdengar putus asa untuk mengingatkannya. Tapi ia tak juga bergeming, hanya tersenyum, setelah itu berlalu.

“ esensi hidup ini adalah dedikasi, bersama atau sendiri, yang terpenting adalah optimal menebar manfaat dan kebaikan..” wanita itu kembali menguatkan hatinya.

Dan waktu tak pernah kembali..


Selong, 05022010
Bersama hujan yang menahan langkahku menuju lingkaran cahaya.

Tidak ada komentar: