Rabu, 06 Mei 2009

Harga Kasta dan Pernikahan

Malam itu, baru saja jarum pendek jam weker di meja samping tempat tidur menunjukkan angka 21.00 , ruang tamu Rumah Sederhana itu sudah dipenuhi oleh Duapuluhan tamu, Bapak-bapak dan Ibu-ibu Tetangga terdekat.
Ada Petugas dari KUA dan Seorang Ustaz disana, dan seorang Pengantin Berusia 19 Tahun dengan Wajah Arab yg Begitu Cantik dihadapan ku, sedang tersenyum dan berfose Lutju-lutju-an, seorang lagi dengan kaca mata dan jilbab lebar nya memotret sang pengantin dengan semangat menggunakan kamera HP.
Dan aku hanya tersenyum menyaksikan itu semua dari pinggir tempat tidur.
Senyum Haru, Lega, tapi juga Gamang dan Duka yg Entah..

Sampai 30 menit Kemudian, Akad Mitsaqon Gholizho itu Berlansung Begitu Sederhana dan hanya dalam Hitungan Kurang dari Lima Menit.
Tiba-tiba Airmata ku Luruh, Deras dan tak terbendung, pandangan ku makin mengabur ketika satu Dekapan Erat merengkuhku dengan Isak nya.
“ Terimakasih Kakak telah mngantar kan Adek sampai diPernikahan ini, Kakak tlah mewakili semuanya, Kakak telah menggantikan Ummi, Abah, dan Semua Keluarga Adek,,” Dan kalimat lain nya tak terdengar lagi oleh ku, karna Tangis itu kini bertambah lagi satu, si kaca mata yg tadi memotret-motret kini menjadi bagian dari rangkulan ku.
Ya ROBB..
Airmata itu Benar-benar mentsunami dan membuat Mataku terasa tidak kuat untuk sekedar membiarkan nya Lewat.
Suatu Tanggung Jawab Besar Telah aku Wakilkan untuk aku Serahkan kepada Seseorang.
Dan hanya aku..
Tepat nya aku dibersamai oleh “Soulmate” ku, sahabat Seperjalanan ku dalam kehidupan sejak 12 tahun lalu, Telah mengantarkan Seorang Adik sekaligus menjadi “ Putri” ke-Dua-ku dalam beberapa Jam sebelumnya.

Mengenang kembali Perjalan Berat dan Rumit untuk bisa sampai pada malam itu, Betapa sampai hari ini aku belum bisa memahami dengan sepenuh nya..
Tentang Makna Harga suatu Kasta ( Kepriayian ) dan Kesepadanan nya dengan Harga dari Suatu Pernikahan.

Bagaimana Bisa..
Seorang Ayah dan Ibu Tidak bisa memberikan Pembelaan dan Perlindungan kepada Putri nya yang hanya 2 Orang di hadapan keluarga Besar nya, hanya karna Putri nya Minta Izin Menikah dengan Seorang yang mereka sebut Rakyat Jelata.
Padahal mereka dari kalangan Orang-orang yang mengetahui keislaman yg banyak.
Bahkan mempunyai jamaah taklim di masjid.

Bagaimana bisa seorang Ayah dan Ibu Tega memenjarakan Putri Tersayang nya hanya dalam kamar sampai berbulan-bulan dalam keadaan Depresi hanya karna tidak ingin Putrinya Menikah dengan seorang Laki-laki Baik pilihan Putrinya sendiri..

Bagaimana bisa seorang Ayah dan Ibu membiarkan seorang keluarga yg diseganinya, menganiaya Putri Tersayangnya yang sudah berada dirumah Laki-laki yang malam itu akan dinikahkan dan menjadi suami nya.
Merampas nya dengan kasar, ditengah orang banyak, membenturkan kepalanya ke tembok hingga pingsan lalu membopongnya ke Mobil, membawa nya pulang , meninggalkan keAngkuhan dari Potret Jubah dan Sorban berEgal yg Berkibar..
Dan dirumah, Sang Ayah hanya menerima dengan dingin dan Sang Ibu hanya Meratap Menangisi..

Lalu, hingga suatu hari, Pemboikotan atas nama Hargadiri Kasta itu Hendak di Lepaskan dengan Agenda Pernikahan Paksa.
Sang “Putri kerajaan” akan dinikahkan dengan Sepupunya.
Yang diJawab jerit Histeris dari Arah kamar Mandi.

Ya ROBB, Mohon Jika Engkau Hendak memberi Pelajaran kepada Para Priayi-priayi Berjubah itu, Jangan dengan Nyawa Adik ku.. ( Karna buat ku, dia sudah aku Anggap seperti adik kandung ku.. )
Dan aku pun Menangis sambil mendekapnya, dengan pakaian basah dan beling yang masih tergenggam erat ditangan. aku berusaha sekuat mungkin menahan tangan itu, membacakan istigfar, dan mengingatkan nya, dengan suara bergetar aku mengatakan dengan tidak yakin.. “Adik ku, kita akan keluar dari rumah ini sekarang, tapi tolong, beling itu berikan pada kakak, kamu bisa mempercayai kakak, kalo kakak gagal membawamu keluar, kakak akan memberikan beling ini lagi padamu..”
Sungguh, suatu Negosiasi yang Teramat Sangat Beresiko ditengah Kekalutan.
Tapi paling tidak aku bisa mendapatkan Tatapan “ are u sure..?!” itu dari Mata yang tadinya terpejam dalam puncak kenekatan.
Aku mengangguk meyakinkan, dan beling itupun berpindah ke tangan ku, dan seketika tubuh yang tadinya meronta dengan begitu kuat itu lunglai, Putri Priyayi Timur Tengah itu Pingsan.
Dan Sang “Paduka Ayah” lansung membawanya ke kamar.
Diluar hanya ada isak tangis dari “Pandita Ratu Ibu”, Wajah Pasrah dan Lunglai dari Sang Kakak dan Wajah yang Berusaha menguatkan dari si Pemakai Kacamata yang selalu bersedia membersamai ku..

Siang itu Negosiasi Berjalan Alot dengan “Paduka Ayah” dan “Pandita Ratu Ibu”, diwarnai acara sujud dikaki sang paduka ayah oleh kakak sang putri, dengan banjiran air mata, memohon belas kasihan untuk sang adik agar di “Lepaskan”, akhirnya dengan Keterpaksaan yang sangat dan dipenuhi murka, kami diperbolehkan membawa adik kami “keluar”.
Keluar dalam arti yang sebenarnya :
Keluar dari rumah, keluar dari “lingkungan kerajaan”, keluar dari pertalian darah alias tidak diakui lagi sebagai putri dari trah dinasti As-Sayyid.
Harga yang sangat mahal untuk dibayar, tapi sudah tidak ada pilihan lagi selain membeli.

Ya ROBB..
Mohon kekuatan..
Aku Mendongakkan Wajah dihadapan Belio-belio dengan Tatapan Yg Meyakinkan.
Baiklah..!!

Selanjutnya aku harus memikirkan bagaimana Membuat Strategi Cerdas, Tepat dan Cepat atas Resiko Besar yang sudah aku terima, bahwa aku Harus bertanggung Jawab Sepenuhnya dengan apapun yang terjadi ketika aku harus membawa Sang Putri Keluar dari Kerajaan.
Aku diberikan seorang Putri yang Utuh untuk menjadi Anak dan Sekaligus Adik ku..
Satu Mitsaqon Gholizho telah Teralihkan ke Pundak ku.
Dengan Tanggung Jawab Sepenuh nya.
Seutuhnya.
Aku Harus Mengurusi Semua nya..
Semuanya….!!
Dari Perwalian sampai sedetail-detailnya..
Dalam Waktu Beberapa Jam Saja ( Waktu itu sudah mau masuk Ashar dan waktu ku sampai Magrib, Suatu Konspirasi..!! )

Hanya dalam waktu beberapa jam yang tersisa, Aku harus menghubungi pihak-pihak terkait yang bisa membantu ku menyelesaikan semua nya.
Setelah keluar dari ruang Negosiasi..
Tiba-tiba aku Gugup dan Linglung, tapi berusaha menguatkan diri..
Ayo Nis..
Sholat dulu, ALLAH Pasti sudah menyediakan Solusi untuk semua ini..
Saat Ashar itupun, aku Luruh dalam Do’a di sujudku..
Ya ROBB..
Sekiranya Engkau Ridho, Mudahkanlah.. Pliss.. Show me The Way..
Usai Sholat, Pikiranku Lebih Tenang, dan satu nama masuk begitu saja dikepalaku, nama seorang ustaz yg beberapa tahun lalu pernah membantuku menyelamatkan akidah dan nyawa 2 orang hamba ALLAH, Seorang ustaz yang begitu Tulus dan tidak pernah bertanya ketika diminta tolong, aku lansung mencari nomer telfon belio, semoga ada masih tersimpan dan tidak pernah diganti..
Dengan harap-harap cemas, aku menemukan nomer itu di antara ratusan nomer di HP ku, dan Alhamdulillah pada deringan pertama, lansung diangkat. Setelah menjelaskan point-point yang aku anggap perlu, blio tanpa bertanya lansung meng-iyakan.
Lalu aku menelfon Laki-laki yang akan menjadi suami “putri ku”, menelfon orang tua nya dan beberapa menit kemudian, aku menghela nafas lega setelah menghadap Sang Paduka Ayahanda..
Dengan sederhana aku mnyampaikan “Abah, Magrib nanti, tiang (saya) Siap membawa Adek”.

Maka Ketika Adzan Magrib Terdengar di Musholla, Ketika Semua “Keluarga Besar Kerajaan” Berada di Masjid, Satu Perpisahan Antara Ibu dan Anak membuatku Sesak menahan Airmata, ( aku tidak boleh menangis melihat itu smua..!! aku mnguatkan diri.. )
Wajah Pasrah dan Isak Tertahan yang berusaha ditelan oleh dua Orang yang memiliki keterpautan Hati dan Jiwa..
Ah..
Aku tidak sanggup membayangkannya..
Aku keluar dengan “soulmate ku” dan menunggu digerbang dengan cemas.
Lalu beberapa menit kemudian, dengan mengendap kami keluar dari “lingkungan kerajaan” dengan kewaspadaan yang sangat, berjalan beberapa ratus meter terasa sangat menegangkan, hingga jarak yg sudah cukup di anggap aman, kami menaiki angkot dalam diam..
Bertemu Penjemput dari Pihak keluarga Laki-laki Calon “menantu“ di depan asrama ku, dan begitu tersadar kami sudah sampai di suatu perkampungan terpencil di pelosok, dengan rumah sederhana, dan beberapa orang yang sudah menunggu ( saat itu aku sempat bergumam dalam hati : Ya ROBB, Tempat Pernikahan ini pun ternyata sampai harus di tempat ini, Jauh dan Tersembunyi, entah rumah siapa, mungkin keluarga nya, aku belum tau, yang jelas aku mengerti smua itu di lakukan Agar Tidak ada lagi Tragedi perampasan seperti sebelumnya, Betapa mudahnya ALLAH memberi Pertolongan, hanya dalam waktu beberapa Jam, smua Pihak terkait mengerti dan membuat Strategi. Ah “Putri” ku Begitu Beruntung mendapatkan Calon Keluarga Baru yang Begitu Siap Menjaga dan Melindungi nya.. )
Dan aku melangkah memasuki Rumah itu dengan Senyuman dan Nafas lega, tanpa menyadari Sang Putri Lansung dibawa kerumah sebelah. Dan saat aku bersandar kelelahan dikamar yang entah milik siapa dari keluarga itu, 1 jam kemudian, seorang Putri Arab masuk dengan Gaun Pengantin Putih, Tersenyum dengan Kebahagian yang tak terlukiskan.
Mengubur semua Duka dan Mata sembab selama Hampir 3 Bulan.
Cantik..!!
Dan Bahagiaaaaa sekali..
Tak tersisa sedikitpun Wajah Putus Asa yang siang tadi hampir mengorbankan Nyawa nya..
Tak Berbekas..
Kebahagian itu Begitu Sempurna..
Sosok Ceria dan Penuh Semangat dengan Kecerdasan yang selama ini aku kenali Tampak Begitu Sempurana Sekarang.
Aku memandangnya seperti mimpi..
“Kakak.. aku Cantik kan..?? Kayak Cinderella ya, Kakak Ayo Fotoin..“ dan 2 jari nya membentuk Tanda Peace, dan Aksi Foto-fotoan itu menjadi Tontonan mengharukan untuk ku yang masih Tertegun di Pinggir tempat tidur.
Ya ROBB..
Berkahilah..
Dan Bimbinglah ia..
“Adik” ku..
Sekaligus “Putri” ku..

Dan Airmata ku pun Luruh untuk bisa meMaknai dan meMahami Harga dari Suatu Kasta dan Pernikahan.





Note :
( Ah ya, Usai Akad itu aku harus segera kembali lagi dengan Soulmate ku ke Selong untuk menyiapkan kamar Pengantin bagi seorang “Teteh” yang akan melansungkan Akad dan Walimah Besok Pagi nya dengan Seorang Teman Angkatan ku di Pesantren yang baru kembali dari Al-Azhar Cairo, dan sekarang sudah menjadi seorang Ustaz Muda . 
Oya, aku ingat belum mengkoordinasi ulang Akhwat yang akan membantuku menjadi Panitia, dan aku meminta tolong Soulmate ku untuk menghubungi seorang akhwat untuk menanyakan bagaimana kesiapan smua-mua. Lalu Urusan itupun berlanjut lagi hingga kami kembali ke Selong dan tertidur dikamar Pengantin yang belum berez kami kerjakan.
Menjelang Subuh kami terbangun oleh Deringan Telfon, Satu Nama dari Seseorang di Timur Tengah sana, “Kakak” kami yang sedang Nyantri di Shoulatiyah Makkah, Nongol di Layar HP, Soulmate ku mengangkatnya, dan sebentar kemudian aku mendengarnya mulai cuap-cuap bercerita kepada Kakak kami itu, sementara aku masih mengumpulkan kesadaran yang utuh untuk memastikan bahwa semua yang terjadi beberapa bulan ini hingga berakhir beberapa jam lalu bukanlah mimpi. Tapi belum juga semua Mozaik terkumpul sempurna, tiba-tiba Soulmate ku membuyarkan smua usaha Penyadaran diri tersebut dengan suara Berisiknya :
“ Hey.! Bangun.! Sholat Subuh, kita harus segera mmbereskan Kamar ini. Jam 7 kita sudah harus dirumah Babah.. ”
Huaaaaammmmhh..
Ya Ya..
Dan pagi itu aku lupa menyetrika dan membawakan kemeja Putih untuk Pengantin Ikhwan, hingga membuat ku harus kembali lagi ke Selong menempuh jarak Dua Puluhan Kilometer dari Tempat Acara, guna mengambil baju untuk pengantin ikhwan nya.
24 Jam yang Melelahkan dengan 2 Urusan Mitsaqon Gholizho. Dua Mitsaqon Gholizho dalam 24 Jam dan memberi Pelajaran Serta Makna yg Sangat Besar dan Jauh Berbeda. Ya ROBB.. Mudah kan lah nanti untuk Sunis-MU ini dan Soulmate nya si kacamata itu, Amiin..
He He.. )


( Episode Sabtu 11 Agustus 2007_Mata Kuliah Kehidupan Terindah menjelang Milad ku yang ke-22 )

Tidak ada komentar: