Rabu, 05 Agustus 2009

Catatan Hari Ini ( usai menghadiri Akad+Walimah )

Hari ini,utk yg kesekian kalinya aku menghadiri akad+walimah saudari dan teman dekat, satu persatu mereka mengakhiri masa menunggu, dan aku slalu ada untuk mengabadikan moment bahagia itu dengan semangat dan tentu saja kebahagian yg turut aku rasakan :)
'Catatan' yg aku dapatkan dari stiap menghadiri acara serupa selalu berbeda, n aku menyimpan 'catatan2' itu untuk menjadi bekal ku mempersiapkan diri sendiri dengan sebaik-baiknya hingga 'waktu' untuk ku tiba, karna aku yaqin dibelahan bumi ALLAH yg entah dimana, ada seseorang yang tengah mempersiapkan diri dengan penuh kesungguhan untuk menjemputku, dan aku ingin saat ia didatangkan nanti, aku telah benar-benar Siap, dan tdk memiliki jawaban lain selain "iya, saya bersedia" :)

( Untuk mu yg masih menjadi Rahasia-NYA, Semoga ALLAH menjagamu dgn penjagaan terbaik-NYA, aku titipkan engkau pada Sang Pemilik diri kita dan semesta. Sungguh ! Kesabaran dlm penantian itu indah, dan aku tlah memilih untuk tetap berada dlm keindahan hingga tiba waktunya engkau datang untuk melengkapi separuh dari jiwaku. Ya ROBB, Jagalah kami, wa jama'a bainana fi khairin bi mardlotiKA, Amiin, mohon dgn sangat.. )

Duka Siang itu ( Jalan yang dipilih saat dipersimpangan )

Siang itu, usai syuro’ dimusolla kampus, hanya tinggal aku berdua_tepatnya mengira tinggal aku berdua_dengan seorang saudari tengah merapikan berkas-berkas hasil keputusan rapat, tiba-tiba satu suara berat mengucapkan salam dari arah pintu samping, aku menoleh, dan satu wajah yang sudah sangat aku kenal berdiri diluar dengan wajah tertunduk.
”bisa bicara dengan ukhti S*****?” tanya nya lirih, dan aku lansung mengerutkan kening, begitu juga dengan saudari yang sedang bersama ku, gurat tanya melengkung didahinya karna ia merasa dirinya lah yang dituju.
”ya pak, ada apa?” saudari ku itu sigap bertanya.
”ana akan menikah ukhti” pemilik suara berat itu menjawab tanpa tedeng aling-aling.
Spontan aku dan saudariku yang diajak bicara lansung berpandangan, seperti biasa, wajah cerianya lansung berbinar, kami tersenyum bersamaan dan berucap serempak ”barokalllah.. akhirnya menikah juga, kapan pak? Ada yang bisa kami bantu?”
Sosok yang kami tanya itu terdiam, lama..
Kami berdua _aku dan saudariku_ jadi saling menatap aneh, sambil menunggu jawaban.
Lalu sosok diluar pintu itu menggerakkan bibirnya ”ana akan menikah ukhti, tanggal 23, bulan ini, bagaimana menurut anti?”
Kali ini aku memilih diam dan membiarkan saudari yang ditanya yang menjawab, aku menjaga jarak, karna sepertinya pembicaraan itu tidak membutuhkan ku, aku hanya mendengar dan mengamati.
Beberapa saat jeda karna saudari yang ditanya tak lansung menjawab, sementara aku selintas berfikir, tanggal 23, berarti 2 pekan lagi, tiba-tiba aku teringat sesuatu dan aku merasa ada yang aneh.
”sama siapa?” akhirnya saudari yang ditanya balik bertanya.
”sama ukhti M***”
Ups.! indra pendengaran ku lansung bekerja sama dengan saraf-saraf ingatan ku, memprint satu wajah utuh yang cukup sering aku dengar namanya beberapa waktu sebelumnya, nama yang dikait-kaitkan dengan si ikhwan yang sedang bicara dengan saudariku.
”alhamdulillah, ana turut bahagia pak..” kali ini suara saudari ku_ukhti S_terdengan lebih lirih, tapi wajahnya masih tetap mengukir senyum.
”jadi anti bahagia?” kali ini si ikhwan bertanya dengan tidak yakin.
”tentu saja pak, saya bahagia, antum akan menikah, dan itu dengan sahabat saya,saudari kami,,” jawab ukhti S dengan pasti. Dan sekarang aku ingat lagi, ukhti M yang akan menjadi istri si ikhwan F adalah teman sekamar ukhti S diasrama mahasiswa selama 2 tahun sebelumnya.
”anti yakin benar-benar bahagia dengan pernikahan saya?” si ikhwan kembali bertanya untuk meyakinkan entah dirinya ataukah ukhti S. Aku mulai membaca sesuatu yang lain dari perbincangan itu.
”ya pak, dan saya juga yakin antum pun bahagia dengan pernikahan antum” ukhti S semakin mengembangkan_ato mungkin pura-pura mengembangkan senyumnya?? Yang jelas suasana yang aku dapatkan sudah berbeda.
Jeda itu datang lagi hingga beberapa saat, aku mendengar helaan nafas yang panjang dari akhi F, sekilas aku melihatnya mendongakkan wajah, ada yang merah dirautnya, Hmm.. aku semakin bertanya-tanya.
”baiklah, jika anti bahagia, maka tidak ada alasan bagi saya untuk tidak bahagia dengan pernikahan yang akan saya jalani, syukron” suara berat itu terdengar bergetar.
”antum berhak bahagia untuk diri antum sendiri pak, menikah itu keputusan antum, dan antum harus bahagia dengan apa yang sudah antum pilih” kali ini suara ukhti S pun terdengar bergetar, tapi tetap saja senyum itu membingkai wajah manisnya.
”ya, anti benar, saya memang bahagia dengan pernikahan yang akan saya jalani, saya bahagia dengan pilihan saya, tapi untuk anti ketahui, saya lebih bahagia dengan apa yang menjadi mimpi saya, karna dalam mimpi saya, saya menikah dengan anti”
Gubrakkkk..!!
Hiks Glekkkk..!!
Aku lansung tersedak, ada apa nih..??!!
Jin dan setan pun lansung turut berkumpul didekat kami, mereka bersorak-sorak memanasi hati dua sosok di hadapanku yang tengah bergulat dengan perasaan dan hati masing-masing. Aku berusaha memahami keadaan dan bersiap siaga menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan. Ah, jadi paranoid nih..
”afwan pak, kami belum sholat zuhur, permisi, aslm..” ukhti S lansung ngeloyor pergi meninggalkan ku dan akhi F yang masih mematung. Ups..!! aku segera tersadar dan mengejar langkah sosok yang tengah sa’i itu ke arah parkiran. Tanpa suara aku mengambil helm dan meraih motor, satu menit kemudian kami berdua sudah berada dijalanan, tapi tanpa arah dan tujuan, hanya menjalankan motor perlahan, kepalaku masih shock dan terlalu banyak dipenuhi pertanyaan hingga tidak fokus mau kemana, yang jelas keluar dari area kampus dan menjauh sejauh-jauhnya dari sang akhi yang baru saja melakukan pengakuan ”dosa”. #_#
Aku merasakan dekapan itu erat dari belakang, ada yang basah dijaket dan jilbabku_airmata, aku jadi berfikir, perjalanan tidak lagi kondusif dengan bermotor-motor.
Disudut taman kota aku berhenti, memapah tubuh yang tengah mengurai airmata itu kemusolla kecil yang ada dipojok taman, aku mendudukannya disampingku, mendekap kepalanya dan menaruhnya di bahu ku, memberinya ruang untuk menumpahkan semua sesak dan rasa yang menyakitinya, sementara aku berusaha memasuki relung hatinya agar bisa memahami duka yang ia rasakan.
Sebentar kemudian ada begitu banyak yang berebutan masuk dalam ingatan ku, tentang curhat-curhat dari saudari yang tengah ada dalam dekapan ku itu, aku mengenalnya cukup lama dalam bilangan tahun, aku mengetahui begitu banyak aktifitas dan orang-orang dekatnya, ia masuk dalam daftar sahabat dekatku, dan aku tau bagaimana ia selama ini dengan akhi F, Kakak kelas 2 tahun diatas kami, mantan orang no.1 diwajihah dakwah saat kami baru masuk kampus dulu, dan saudariku itu banyak terlibat aktifitas yang sama dengan si ikhwan. Mereka begitu sering bahkan hampir selalu seamanah, di wajihah dakwah kampus, di wajihah dakwah luar kampus, di wajihah yang membina dakwah sekolah, di BEM dan merekapun hampir selalu bersamaan menjadi delegasi setiap kegiatan mahasiswa,baik itu kongres, pelatihan, dan lain-lain.
Aku melihat mereka cukup dekat dan kompak secara organisasi dan juga pribadi, sosok si akhi yang berjiwa mengayomi itu terlihat seperti menjadi kakak laki-laki yang sangat baik dan ideal bagi saudari ku ukhti S. Bahkan kami seringkali mengidentikkan mereka, dimana ada kegiatan yang ada akhi F pasti ada ukhti S yang jadi asisten setianya, kedekatan hubungan kerja dan personal yang berujung pada kondisi yang membuat mereka berdua tersakiti pada akhirnya. Tersakiti sebab mereka berada dalam jalan yang berbeda jarak tempuh dan waktu finishingnya sehingga mereka harus mengambil keputusan ketika sampai dipersimpangan. Si akhwat masih harus memenuhi kontrak akademis dengan orang tua, dan si ikhwan harus memenuhi deadline yang sudah ditentukan oleh orang tuanya, karna pada akhirnya aku tau, si ikhwan harus menikah sesegera mungkin atas permintaan sang Ibunda yang sakit-sakitan, dan itupun dengan akhwat yang beberapa kali diproses dengan nya dalam kondisi yang beberapa kali putus nyambung, entah dengan alasan apa..
Duh ROBB.. Ajari sunis-MU mengambil hikmah dan pelajaran dari semua ini.
Ujung-ujungnya aku jadi ingat sms seorang saudari yang lain_yang dulu juga pernah berada di persimpangan.
” ukh, jika anti dihadapkan pada dua pilihan : 1. menikah dengan orang yang anti cintai, dan 2. mencintai yang anti nikahi, mana yang anti pilih ?? ”
Saat itu aku tidak lansung menjawab, tapi memforward pertanyaan tersebut kebeberapa saudari yang aku pikir dari mereka bisa mendapatkan jawaban yang tepat.
Dan beberapa jawaban yang dewasa pun aku dapatkan, masing-masing memilih dengan menyertai alasan. Yang memilih no 1 rata-rata beralasan sebab suatu pernikahan memang harus ada pondasinya, diantaranya Kecenderungan ato Cinta, dan Pernikahan itu adalah wajihah untuk melegalisasi cinta tersebut, alasan kuat lainyanya, mereka bilang, alangkah bahagia dan bersyukurnya kita jika bisa menikah dengan orang yang kita cintai.
Untuk yang memilih no 2 pun punya alasan kuat, bahwa mencintai itu keharusan, ia bisa diupayakan, mencintai apa yang sudah dimiliki adalah bentuk syukur pada ALLAH, dan menjaga diri adalah bentuk ketakwaan kita pada Syari’at-NYA. Intinya rata-rata yang memilih no 2 menguatkan diri bahwa ALLAH Yang Maha Cinta pasti akan menumbuhkan Cinta dihati kita ketika kita meniatkan diri untuk Mencintai karna-NYA, Bukan kah demikian jalan dakwah ini mengajarkan kita?? Begitu seorang saudari bertanya retoris pada ku. Dan akupun meng-iya-kan semuanya, karna ke-2 hal tersebut adalah pilihan, bukan untuk dibenturkan tapi dimenej bagaimana pra pelaksanaan nya
Dan ketika jawaban-jawaban itu sudah terkumpul, aku mengirimnya untuk saudari yang bertanya, hingga pada akhirnya saudari tersebut memilih untuk menerima siapa yang lebih duluan datang, n well orang dalam point ke-2 lah yang akhirnya menyelamatkan si akhwat dari kebimbangan dipersimpangan, lalu hari ini aku melihat mereka begitu bahagia dengan putri kecil mereka yang cantik BarokALLAH untuk mereka daiman abada.
Pun juga akhirnya jadi ingat degan tausiyah Murobbiyah tentang jodoh, bahwa mungkin bisa jadi pernikahan yang di pilih itu jauh dari ideal kebahagiaan secara ukuran manusiawi kita, tapi bisa jadi ALLAH menganugrahkan kemulian dan keberkahan yang besar sebab jalan yang ditempuh dalam memilih pernikahannya, seperti seorang sahabiah yang memilih menikah dengan jalan hijrah suaminya, ato dua orang akhwat yang dicatat sejarah menikah dengan anak kepala suku dipedalam bahorok demi tersebarnya dakwah, juga seorang ikhwan yang terlahir dengan banyak keberuntungan sebagai putra tunggal dari seorang pengusaha, dengan wajah yang menyaingi nicholas saputra, kecerdasan yang mengungguli teman-temannya, memilih menikah dengan akhwat sholihat usia 10 tahun diatasnya sebab niat menyelamatkan_ditulis seorang akhwat diblognya_ dan masih banyak kisah-kisah mengharukan lainnya yang luar biasa dari pemilik jiwa-jiwa yang besar, jiwa-jiwa yang kuat dan berani mengambil keputusan saat mereka berada dipersimpangan, ya.. persimpangan antara kecenderungan manusiawi kita dan kepentingan-NYA. Kepentingan atas ketetapan Syari’at-NYA, Takdir-NYA, Dien-NYA, juga Ridho dan Cinta-NYA.
Kembali pada saudari yang menangis dibahuku, dikemudian hari aku tau dia dan akhi itu tlah mengambil keputusan bersama, bahwa si ikhwan pernah berusaha menempuh jalan yang syar’i untuk menanyakan kesiapan ukhti S lewat murobbi nya dan murobbiyah si akhwat, tapi pada akhirnya mereka harus memilih untuk mengakhiri perjalanan mereka ditempat masing-masing, Keputusan yang pahit, tapi aku melihat kemulian itu ada pada keduanya, sama-sama berbakti pada orang tua, ya.. Birrul walidain.
Dan akupun makin mengerti sekarang, bahwa benar yang menikah adalah kita, tapi ada hal yang juga harus kita ingat bahwa ada khazanah sekitar yang harus lebih kita dahulukan dari sekedar kepentingan diri sendiri, Rasul memberitau kita bahwa sebaik-baik diri adalah yang paling banyak memberi manfaat untuk sesamanya, maka sudah semestinyalah kita selalu mengingatkan dirikita bahwa kita diciptakan-NYA tidak hanya dengan hak kita pada kehidupan tapi juga kewajiban kita untuk kehidupan, yaitu memberi manfaat.
Maka meminjam do’a yang pernah ditulis oleh seorang saudara dalam catatannya : Ya ALLAH Karuniakanlah bagi kami jodoh yang bisa memenuhi kebutuhan agama kami, masyarakat kami, keluarga kami, dan juga diri kami, Amiin Ya ROBB.

( di ujung renungan aku bergumam dalam relung hati terdalam, ROBB,, hamba sadar diri bahwa hamba begitu jauh dari sosok Fatimah binti Muhammad-MU, tapi perkenankahlah sunis-MU ini berharap memiliki kisah Cinta seperti dalam Pernikahan Beliau dan Ali bin Abi Thalib-MU, Amiin Ya ROBB, mohon dengan sangat :) )


( untuk seorang saudari yang tlah diuji ALLAH, Ganti terbaik untuk mu tlah disediakan sist, Yaqinlah.. ^_^ )